Hari ini saya membaca berita di Panji Umat yang membuat judul sangat menarik “Tunda Rencana Merger BMI dan BTN Syariah Sampai Pemerintahan Baru terbentuk”.
Saya sangat penasaran apa isi berita tersebut karena sebelumnya Menteri BUMN Erick Thohir sudah mengumumkan akan melakukan merger BTN Syariah dengan Bank Muamalat Indonesia (BMI) dengan berbagai alasan yang disampaikan ke publik yang awal ditargetkan bulan maret tetapi di undur bulan April, sedangkan pemerintahan baru masih lama yaitu bulan Oktober 2024.
Buya Anwar Abbas menyampaikan dalam berita tersebut diawali dengan pertanyaan, “Apakah memerger BMI dengan BTN Syarih itu kategorinya sangat urgent atau tidak?”.
Pertanyaan ini sangat menohok karena sebelumnya banyak informasi yang beredar di publik bahwa BMI merugi dan harus disuntik asset sehat sehingga bisa menutupi kerugian yang dialami oleh BMI.
Disisi lain BTN Syariah karena asetnya sudah mencapai 50 Triliun harus melepaskan diri dari induknya dari Unit Usaha Syariah (UUS) menjadi Bank Umum Syariah (BUS). Jika mendirikan bank baru membutuhkan waktu yang lama sehingga BTN Syariah memilih untuk mencari cangkrang agar bisa menjadi BUS.
BTN Syariah melirik BMI sebagai BUS yang dapat diajak merger sehingga Menteri BUMN dengan Menteri Agama memberikan dukungan pada Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk melakukan penjajakan dengan BTN Syariah untuk melepas saham BPKH ke BTN Syariah.
Salah satu alasan kenapa BTN Syariah melirik BMI karena BMI dianggap merugi jadi harus diselamatkan agar tidak makin terpuruk. Hal ini dibantah oleh Buya Anwar Abbas yang mengatakan bahwa “…hasil pemeriksaan Kantor Akuntan Publik (KAP) menyimpulkan bahwa BMI selama tahun 2023 adalah untung.
Selanjutnya Buya Anwar Abbas menguraikan data bahwa aset tumbuh sekitar 3,7 persen dari Rp. 62 triliun menjadi Rp. 67 triliun. Pembiayaan yang dikucurkan juga naik dari Rp. 18 triliun menjadi Rp. 22 triliun. CAR nya 28,35 persen menjadi jauh diatas CAR minimal yang ditentukan NPF nya atau pembiayaan macetnya turun 2,8 persen menjadi 2.06 persen.
Mata public jadi terbelalak karena selama ini opini yang dibangun bahwa BMI merugi, dari data yang disampaikan oleh Buya Anwar Abbas terlihat bahwa BMI sangat sehat dan tidak ada keperluan mendesak untuk dilakukan merger.
Ini menjadi informasi yang menarik, apakah semua pihak baik dari pemerintahan, BUMN, BMI, para ahli yang menyatakan bahwa BMI merugi tidak berbasis data yang valid atau ada upaya untuk membangun opini bahwa BMI merugi dan harus merger dengan bank lain dan tidak ada opsi dalam rencana merger, tetapi langsung diarahkan ke BTN Syariah.
Hal ini menjadi tanda tanya besar bagi masyarakat, apa yang sedang terjadi antara BPKH, BTN Syariah dan pihak-pihak pemangku kepentingan?
Semua berharap bahwa data yang disampaikan oleng Buya Anwar Abbas adalah benar sehingga dana jamaah haji yang tersimpan di BMI melalui saham BPKH tidak dirugikan karena opini yang dibangun bahwa BMI merugi. Buya Anwar Abbas memberikan penjelasan yang lebih rinci bahwa DPK BMI naik dari Rp. 46 triliun menjadi Rp. 47,5 triliun disaat DPK banyak dunia perbankan turun.
Anwar Abbas berharap BMI dikembalikan pada khittahnya semula sebagai bank syariah yang punya paradigma dari umat, milik umat, Bersama umat dan untuk umat. Hal ini dibuktikan tahun 2023 pembiayaan retail BMI mencapai angka Rp. 3,3 triliun sesuai dengan harapan Presiden Jokowi kata Buya Anwar Abbas.
Pada akhir beritanya Buya Anwar Abbas menyampaikan “Untuk itu karena kita sekarang sedang Bersiap-siap menghadapi pergantian kepemimpinan nasionak maka kita berharap agar proses suksesi bisa berjalan dengan baik, aman, tentram, damai dan lancar tanpa ada keributan-keributan termasuk dalam masalah yang terkait dengan BMI ini maka kita meminta pihak pemerintah agar menunda rencana merger BMI dengan BTN Syariah sampai pemerintahan baru terbentuk dan sudah berjalan”.
Saya mencoba memahami pernyataan Buya Anwar Abbas pada bagian terakhir berita, mengapa ada pesan agar rencana merger BMI dan BTN Syariah ditunda sampai terbentuk pemerintahan baru, padahal sebelumnya Menteri BUMN Erick Thohir telah menargetkan agar merger antara BTN Syariah dan BMI dilakukan pada bulan maret, tetapi karena proses di internal Kementerian BUMN dan BTN Syariah yang belum siap akhirnya diundur ke bulan April.
Jika proses merger ini membutuhkan waktu yang lama dan kehati-hatian, seharusnya Erick Thohir tidak membuat target waktu jangka pendek karena merger ini bukan hanya antara BTN Syariah dengan BMI tetapi melibatkan BPKH yang mengelola dana jamaah haji, sehingga BPKH tidak bisa sepihak mengambil Keputusan akan melepas sahamnya ke BTN Syariah.
Menurut informasi yang beredar bahwa BPKH mendapatkan keuntungan hampir 100% terhadap saham yang ditempatkan di BMI. Artinya selama ini BPKH mendapatkan keuntungan yang besar dari BMI tetapi mengapa tergoda untuk menyerahkan sahamnya melalui merger dengan BTN Syariah.
Mungkin pesan yang disampaikan oleh Buya Anwar Abbas ini bukan kepentingan pribadi beliau tetapi adalah mencerminkan aspirasi dari umat melalui MUI dan Muhammadiyah yang dipimpinan oleh Buya Anwar Abbas. Oleh karena itu Erick Thohir harus mempertimbangkan rencana merger bulan April agar umat tidak dirugikan jika saham BPKH tergerus dan merugikan jamaah haji karena nilai saham yang dilepas oleh BPKH jauh dari harga yang menguntungkan jamaah haji sebagai pemilik dana.
Seyogyanya BPKH roadshow ke MUI dan ormas-ormas Islam yang merupakan stake holder dari dana haji untuk meminta pertimbangan dan masukan, apakah merger antara BMI dan BTN Syariah didukung oleh umat atau tidak.
Jika umat tidak mendukung, maka sebaiknya BPKH menunda rencana merger sampai terbentuk pemerintanhan baru agar tidak ada kecurigaan publik bahwa terjadi konspirasi antara BPKH dengan BTN Syariah dan Kementerian terkait untuk memaksakan merger ketika situasi politik sedang dalam masa transisi.
Mungkin dugaan itu tidak dapat dibuktikan tetapi dengan langkah yang terkesan tergesa-gesa dapat menimbulkan kecurigaan ada agenda lain dibalik rencana merger BTN Syariah dengan BPKH.
Jika Erick Thohir mendengarkan saran Buya Anwar Abbas, kita berharap Erick Thohir mendapat Amanah melanjutkan kepempimpinan di Kementerian BUMN, sehingga kebutuhan BTN Syariah untuk spin off dari UUS menjadi BUS melaluui merger dengan BMI atau ada opsi lain.
Jika umat menolak rencana merger BTN Syariah dengan BMI mungkin bisa merger dengan BUS lain atau mendirikan BUS baru karena waktu yang tersedia sangat cukup bagi Erick Thohir selaku Menteri BUMN yang melanjutkan di periode berikutnya untuk mengarahkan BTN Syariah menjadi BUS sesuai dengan aturan OJK.
Saya yakin bahwa antara Buya Anwar Abbas dengan Erick Thohir secara pribadi tidak ada masalah, hanya karena berbeda pandangan dalam konteks merger BTN Syariah dan BMI. Hal ini terlihat Ketika Erick Thohir terpilih kembali menjadi Ketua Umum MES (Masyarakat Ekonomi Syariah) untuk periode yang kedua kalinya, Anwar Abbas memberikan apresiasi terhadap amanah yang diberikan kepada Erick Thohir agar dapat memajukan ekonomi syariah di Indonesia, melalui pengaruh Erick Thohir sebagai Menteri BUMN dan juga aktivis ormas Islam terbesar di Indonesia yaitu NU serta pengusaha besar yang punya pengaruh dan jaringan bisnis yang sangat kuat.
Artinya Erick Thohir perlu menyambangi MUI dan ormas Islam untuk berdialog dan meminta masukan terkait rencana merger BTN Syariah dan BMI. Jika ini dilakukan, saya yakin kekhawatiran Buya Anwar Abbas yang disampaikan dalam tulisan sebelumnya menanggapi rencana merger BTN Syariah dan BMI bahwa perbedaan Anwar Abbas dan Erick Thohir lihat pada pergaulannya.
Buya Anwar Abbas menyampaikan pada Panji Umat bahwa “Ada kata-kata dari orang bijak yang perlu kita ketahuui untuk memahami konsep dan fikiran dari orang yang akan kita ajak bicara. Orang bijak itu berkata bahwa seseorang itu, cara berfikir dan memandang serta bertindaknya sangat dipengaruhi oleh siapa yang menjadi teman dekatnya.
Disinilah mungkin letak perbedaan saya dengan Erick Thohir dalam melihat masalah Bank Muamalat Indonesia (BMI). Erick Thohir berteman dengan para penguusaha besar, konglomerat, pemilik kapital dan mungkin dengan para oligarki.
“Sementara saya lebih banyak berteman dengan orang yang fakir dan miskin yang ingin tetap bisa hidup dan bisa memberi makan anak dan isterinya meskipun tanpa lauk pauk tapi cukup dengan tempe dan tahu saja,” ujar Anwar Abbas.
Menurut saya pernyataan tersebut menunjukan betapa dalamnya perasaan Buya Anwar Abbas dalam memahami perbedaannya dengan Erick Thohir.
Ini merupakan isyarat bahwa Buya Anwar Abbas sudah menyampaikan semua pandangan dan pikirannya terkait rencana merger BTN Syariah dan BMI, terakhir Buya Anwar Abbas berharap Erick Thohir memahami bahwa ada kekhawatiran jika rencana merger tersebut dipengaruhi oleh lingkungan pergaulan Erick Thohir yang banyak bergaul dengan para konglomerat sehingga orientasi yang dibangun adalah membesarkan BMI sehingga dapat membiayai proyek-proyek besar yang dikuasai oleh para konglomerat dan umat ditinggalkan oleh BMI.
Harapan saya Erick Thohir membuka diri terhadap saran dan masukan Buya Anwar Abbas terkait rencana merger BTN Syariah dan BMI, bukan ditanggapi secara negaif oleh Erick Thohir dan seluruh jajarannya serta pihak-pihak yang terkait dengan rencana merger tersebut. Di beberapa berita disampaikan bahwa walaupun ada penolakan dari Anwar Abbas, rencana merger tetap jalan terus.
Jika BTN Syariah merger dengan bank lain, bukan BMI, mungkin hal tersebut dapat dipahami, tetapi jika dengan BMI, maka yang harus diperhatikan oleh Kementerian BUMN dan BTN Syariah bahwa pemegang saham mayoritas di BMI adalah BPKH yang mengelola dana jamaah haji, sehingga MUI dan ormas Islam punya kepentingan untuk menjaga agar jamaah haji tidak dirugikan akibat merger BTN Syariah dan BMI.
Saya sangat yakin bahwa Buya Anwar Abbas tidak memiliki kepentingan pribadi dalam menyuarakan penolakan terhadap rencana merger tersebut, tetapi semata-mata karena jiwa yang terbangun dalam diri Anwar Abbas sebagai penerus pikiran Muhammad Hatta yang tertuang dalam disertasi Anwar Abbas berjudul “Bung Hatta dan Ekonomi Islam : menangkap makna maqashid al syariah”.
Sebagai mana diketahui bahwa Bung Hatta adalah bapak koperasi yang memperjuangkan nasib usaha kecil agar mendapat tempat yang layak dalam kebijakan Pembangunan khususnya perbankan.
Semoga dua tokoh ekonomi syariah yaitu Erick Thohir yang merupakan Ketua Umum MES dan Anwar Abbas Wakil Ketua Umum MUI dan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang membidangi ekonomi syariah menjadi asset bangsa khususnya ekonomi syariah dan berjuang di tempat masing-masing dengan segala kewenangan dan kekuasaan yang dimiliki untuk membangun ekonomi umat dan membesarkan UMKM.
M. Ihsan Tanjung
Dosen Hukum Bisnis FEB Uhamka
Wakil Ketua Badan Arbitrase Syariah Nasional MUI