Jakarta, Panji Umat – Muhammadiyah dengan gerakan yang dimulai sejak tahun 1912, yang kemudian menyebar ke seluruh Indonesia pada 1920 menjadikan organisasi gerakan Islam ini menjadi yang terbesar bukan hanya di Indonesia, tetapi di dunia Islam global.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir merujuk beberapa pendapat peneliti dunia seperti James L. Peacock, Robert W. Hefner, Mitsuo Nakamura dan lain sebagainya setelah melakukan pengkajian terhadap Muhammadiyah.
Kontribusi Muhammadiyah di dunia Islam bukan isapan jempol belaka, organisasi yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan ini bahkan sudah diterima sejak sebelum adanya negara Indonesia. Kehadirannya tidak hanya secara struktural saja, melainkan juga hadir secara nyata memajukan bangsa.
“Dia (James L. Peacock) menyimpulkan bahwa Muhammadiyah termasuk ‘Aisyiyah di dalamnya yang dengan pemahaman keagamaannya dan berbagai bidang pendidikan, kesehatan, dan sosialnya telah menghadirkan Islam yang modern, Islam yang maju, dan menjadi fenomena baru Islam yang terbesar sebenarnya bukan hanya di Indonesia, tapi di kawasan dunia Islam,” ungkap Haedar Nashir.
Dalam Pengkajian Ramadan 1445 H di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Senin (18/3), Haedar menerangkan, kebesaran dan taktisnya Muhammadiyah sebagai gerakan Islam sebagaimana hasil penelitian Mitsuo Nakamura, Muhammadiyah memiliki banyak wajah dalam arti positif.
Di satu sisi Muhammadiyah seakan memiliki sistematis teologis yang rigid, namun di sisi lain Muhammadiyah juga mampu menampilkan Islam yang luwes dan fleksibel, serta mampu menampilkan amal Islam yang bisa diterima oleh setiap kalangan. Muhammadiyah juga sebagai gerakan kultural, tapi mampu menampilkan gerakan kebangsaan.
“Muhammadiyah memiliki peran kebangsaan melalui peran politik yang kuat dalam gerakan kebangkitan nasional. Tetapi wajah dia (Muhammadiyah) tetap bercorak Islam yang kultural,” kata Haedar.
Dalam penelitian Clifford Geertz di Mojokuto, yang mengemukakan corak Islam di Indonesia ada yang santri, abangan, dan priyayi. Sementara di santri ada yang modernis, yaitu Muhammadiyah. Sebuah gerakan yang memadukan kesantrian dalam representasi beragama secara taat, namun mampu menghadirkan alam modern.
“Apa yang dikonstruksi oleh para ahli merupakan gambaran dari fakta sosial, yang sekaligus mencerminkan realitas sosial yang secara genuin hadir di dalam Muhammadiyah,” tutur Haedar.
Modernisasi yang ada dalam tubuh Muhammadiyah, imbuh Haedar, karena memang gerakan ini menampilkan Islam yang modern, reformis, dan berkemajuan. Terakhir istilah Islam Berkemajuan merupakan genuin lahir dari Muhammadiyah, yang disebutkan langsung oleh pendirinya, yaitu KH. Ahmad Dahlan.