Chicago, Panji Umat — Baru-baru ini terjadi demo besar-besaran di kampus-kampus elit Amerika Serikat. Mereka menuntut agar para pejabat universitas untuk tidak menutup mata serta mengakui adanya genosida di Palestina, dan segera melakukan divestasi dengan perusahaan-perusahaan yang memiliki hubungan dengan Israel.
Terkait dengan hal di atas, sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Muhamad Rofiq Muzakkir, menegaskan pentingnya setiap upaya, sekecil apapun, dalam perjuangan pembebasan Palestina. Dia mengajak untuk tidak meremehkan peran siapapun, karena setiap langkah yang diambil memiliki potensi untuk menciptakan dampak positif.
“Jangan pernah menganggap peran kita, apapun itu, dengan anggapan yang remeh. Setiap tindakan yang kita lakukan benar-benar akan menciptakan perubahan. Kita jangan sibuk sendiri,” ucap Rofiq dalam acara Santri Cendekia Forum yang diselenggarakan Pusat Tarjih Muhammadiyah Universitas Ahmad Dahlan pada Ahad (05/05).
Lebih lanjut, Rofiq menegaskan bahwa solidaritas dan kepedulian terhadap nasib Palestina harus diperlihatkan dengan tindakan konkret. Menurutnya, pesan simbolik seperti partisipasi dalam demonstrasi atau pembentukan kemah solidaritas memiliki arti yang sangat penting dalam menunjukkan sikap anti terhadap tindakan genosida yang terjadi di Palestina.
Rofiq juga menyerukan untuk tidak terjebak dalam kegiatan yang hanya memperkuat ego sendiri. Ia mendorong agar memberikan perhatian yang serius terhadap masalah kemanusiaan di Palestina. “Kita perlu memberikan perhatian yang lebih serius terhadap masalah ini. Pesan simbolik begitu penting untuk menunjukkan solidaritas dan kepedulian bahwa kita anti dengan tindakan genosida,” tutur dosen Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini.
Anggota Pimpinan Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Amerika Serikat, Lien Iffah Naf’atu Fina, mengakui bahwa gelombang protes dari mahasiswa di kampus-kampus AS terhadap tindakan Israel atas warga Palestina merupakan langkah yang sangat strategis. Menurutnya, baik secara langsung maupun tidak, jika protes ini terus meningkat dan semakin meluas, akan berdampak signifikan terhadap kebijakan geopolitik Amerika Serikat.
Lien juga mengingatkan bahwa fenomena ini mengingatkan pada sejarah pergerakan mahasiswa di AS pada tahun 1970-an dan 1980-an. Saat itu, mahasiswa di universitas seperti Columbia berhasil menekan para administrator untuk menjual investasi di perusahaan-perusahaan yang berbisnis dengan rezim apartheid di Afrika Selatan. Tindakan ini menunjukkan bahwa mahasiswa memiliki kekuatan untuk memengaruhi kebijakan investasi dan politik luar negeri negara mereka.
Meskipun dampak protes saat ini belum sebesar periode tersebut, Lien mengapresiasi tuntutan dan gerakan solidaritas dari para mahasiswa pro-Palestina. Dia menegaskan bahwa semangat perlawanan dan kesadaran terhadap keadilan yang ditunjukkan oleh generasi mahasiswa saat ini memiliki potensi untuk menciptakan perubahan yang signifikan dalam mendukung perjuangan pembebasan Palestina.
Lien menekankan bahwa peran mahasiswa dalam mengekspresikan ketidaksetujuan terhadap kebijakan pemerintah AS terkait Israel-Palestina memiliki potensi besar untuk mengubah arah kebijakan luar negeri. Dia juga memperingatkan agar tidak meremehkan setiap bentuk perjuangan dalam upaya pembebasan Palestina.