Kota Tangsel, Panji Umat — Dalam rangka meningkatkan kuantitas dan kapasitas Paralegal yang tersertifikasi, Pos Bantuan Hukum (Posbakum) Pimpinan Pusat (PP) ‘Aisyiyah menyelenggarakan Pendidikan dan Pelatihan Paralegal yang bekerja sama dengan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN). Kegiatan yang mendapatkan dukungan dari Lazismu ini diselenggarakan pada Kamis-Sabtu (16-18/05) di Training Center – Universitas Muhammadiyah Jakarta, Jalan Poncol Indah VII No.27, Cireundeu, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Banten. Para peserta berasal dari Wilayah DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat.
Ketua Majelis Hukum dan HAM (MHH) PP ‘Aisyiyah, Henny Wijayanti menjelaskan bahwa akses, ketersediaan, atau hambatan geografis menyebabkan kelompok masyarakat rentan dan miskin tidak mendapatkan bantuan dari seorang profesi hukum. Salah satu upaya untuk mengatasinya adalah mengisi kekurangan ketersediaan profesi hukum adalah melalui paralegal, sekaligus memberdayakan komunitas/masyarakat untuk mengklaim hak-hak dasarnya. Kegiatan pendidikan dan pelatihan paralegal ini bertujuan untuk menambah jumlah paralegal yang memiliki pengetahuan dan keterampilan keparalegalan dalam rangka mendampingi dan memberikan bantuan hukum bagi masyarakat yang membutuhkan sesuai dengan standar dan ketentuan hukum yang berlaku.
Secara khusus, sambung Henny, kegiatan yang mengusung tema “Peningkatan Kapasitas Paralegal ‘Aisyiyah dalam Pelayanan dan Bantuan Hukum Masyarakat” ini memiliki tiga tujuan. Pertama, untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman dasar tentang keadilan sosial, akses keadilan, dan keparalegalan. Kedua, memperkenalkan metode layanan dan bantuan hukum. Ketiga, memberikan keterampilan dasar dalam memberikan konsultasi hukum dan penyuluhan hukum bagi komunitas.
Henny kemudian menambahkan, di lingkungan ‘Aisyiyah saat ini sudah tercatat 45 Posbakum, 7 di antaranya telah terakreditasi. Salah satunya adalah Posbakum ‘Aisyiyah DKI Jakarta di bawah pengelolaan MHH PP ‘Aisyiyah. “Kami berharap setelah bapak ibu menyelesaikan pelatihan ini akan memberikan dukungan kepada terbentuknya posbakkum di wilayah asal dan terakreditasi,” ajaknya.
Terakhir, Henny menegaskan bahwa para peserta akan mendapatkan sertifikat yang akan diperoleh setelah mengikuti rangkaian kegiatan dan akan mendapatkan penilaian kelulusan dari penyelenggara, setelah sebelumnya diberikan pengakuan dari BPHN. “Artinya pemerintah mengakui bapak ibu sebagai paralegal yang besertifikat. Dengan adanya peraturan yang baru, peserta yang mendapatkan sertifikat juga berhak menyandang gelar non akademik. Ini menjadi suatu hal yang membanggakan, namun menjadi suatu tanggung jawab karena bisa berperan secara profesional,” imbuhnya.
Ketua PP ‘Aisyiyah, Masyitoh Chusnan memberikan apresiasi dan ucapan terima kasih kepada Lazismu yang telah memberikan dukungan atas terselenggaranya kegiatan ini. Menurutnya, pelatihan paralegal memiliki manfaat yang panjang. Ini merupakan kegiatan yang sangat strategis, penting, dan mendesak. Ada banyak hal yang mendasari, bagaimana fenomena berbagai permasalahan, terutama perempuan dan anak di Indonesia terhadap kekerasan. “Ketika Aisyiyah melaksanakan kegiatan ini, ini pun menjadi kegiatan yang berdampak panjang dan bermanfaat. Kalau kita melihat tujuan dakwah muhammadiyah dan aisyiyah, kegiatan ini sesuai dengan dasar pergerakan dan dakwah kita,” ujarnya.
Masyitoh pun memberikan semangat kepada para peserta. Ia berpesan untuk mengikuti kegiatan ini dengan sebaik-baiknya. “Selamat kepada para calon paralegal. Semoga para peserta menjadi paralegal yang handal, yang ilmunya bisa dimanfaatkan. Ilmu yang tidak diamalkan bagaikan pohon yang tidak berbuah, tidak ada manfaatnya. Selamat mengikuti pelatihan sampai tuntas,” ucapnya saat membuka kegiatan ini secara resmi.
Direktur Utama Lazismu PP Muhammadiyah, Ibnu Tsani yang hadir dan memberikan sambutan mengingatkan, kegiatan atau profesi paralegal memiliki dimensi strategis yang sangat penting dan krusial. Paralegal tidak bisa dipisahkan dalam aktivitas hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan. “Ada dua unsur yang menjadi pekerjaan rumah dalam konteks advokasi publik, yaitu bagaimana masyarakat sadar akan haknya dan haknya dalam posisi mana,” terangnya.
Lebih jauh, Ibnu Tsani mengingatkan bahwa tugas negara adalah melindungi hak warga negara. Seorang paralegal harus memiliki kapasitas untuk membantu memenuhi hak-hak warga negara. Berbeda halnya dengan hak asasi manusia. Jika bicara hak asasi manusia akan sangat beririsan dengan aktivitas paralegal dan hak warga negara. Bedanya, hak asasi manusia harus dilindungi. Oleh karena itu, antara hak asasi manusia dan hak warga negara menjadi satu kesatuan dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
“Dalam konteks zakat, infak, dan sedekah, aktivitas paralegal adalah mendampingi kaum yatim sosial. Makna yatim identik dengan kata kesendirian. Inilah yang perlu dibela. Makna kesendirian itu adalah pada aspek hak-hak dasar. Paralegal harus membela individu atau masyarakat yang sendirian atau yatim secara sosial karena hak-hak dasarnya didiskriminasi maupun hilang, baik faktor negara atau faktor lainnya,” ungkap Ibnu Tsani.
Kegiatan ini diharapkan dapat menambah jumlah paralegal ‘Aisyiyah yang berpengetahuan dan memahami kerja-kerja layanan hukum. Peserta juga dapat mengambil peran dan berkontribusi untuk menginisiasi baik dalam pendirian, pengembangan, dan mendukung keaktifan Posbakum ‘Aisyiyah di tiap daerah. Di antara peserta dapat berjejaring, saling belajar dan berbagi pengalaman untuk kemajuan Posbakum ‘Aisyiyah. Selain itu, peserta yang lulus akan mendapatkan sertifikat Paralegal dari BPHN – Kemenkumham RI.