Jakarta, Panji Umat – Selama ini pengelolaan tambang dilakukan oleh kelompok tertentu yang memiliki modal besar. Tidak sedikit pengeloaan tambang dilakukan secara illegal sehingga merugikan kepentingan umat dan bangsa.
Padahal bangsa ini didirikan oleh tokoh-tokoh ormas yang berjibaku tanpa pamrih, namun kekayaan alam dinikmati kelompok tertentu.
Oleh karena itu buya Amirsyah Tambunan selaku Sekjen MUI menyambut baik lahirnya kebijakan Pemerintah telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Lewat aturan ini mengatur izin tambang kepada ormas keagamaan. Tentulah ormas yang memiliki sumber daya manusia sehingga dapat menegasikan kepada para ahli ekonomi, keuangan dan ahli lainya agar dapat membentuk Badan Usaha Milik Ormas (BUMS).
“Karena Rasullah menegaskan dalam Hadits Nabi SAW diriwayatkan Imam Bukhari: idza wusidal amru ila ghairi ahlihi fantadziri sa’ah (jika suatu urusan diserahkan bukan pada ahlinya maka tungglah saat kehancurannya),” ujar Buya Amirsyah Tambunan pada (1/6/2024)
Dalam konteks ini menurut Sekjen MUI itu, PP Nomor 25 Tahun 2024 menetapkan pada 30 Mei 2024 dan berlaku efektif pada tanggal diundangkan berdasarkan landasan hukum untuk memberikan izin tambang mineral dan batu bara (minerba) kepada ormas keagamaan dimunculkan, salah satu ketentuan yang diperbarui terkait wilayah izin usaha pertambangan khusus (IUPK).
“Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki oleh ormas keagamaan,” ujar Buya Amirsyah Tambunan.
Adapun bunyi pasal 83A ayat I
(1) Dalam rangka peningkatan kesejahteraan
masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan.
(2) WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan wilayah eks PKP2B.
(3) IUPK dan/atau kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan pada Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipindah tangankan dan/atau dialihkan tanpa persetujuan Menteri.
(4) Kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan dalam Badan Usaha harus mayoritas dan menjadi pengendali
(5) Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilarang bekerjasama dengan pemegang PKP2B sebelumnya dan I atau afiliasinya.
(6) Penawaran WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penawaran WIUPK secara prioritas kepada Badan Usaha milik organisasi kemasyarakatan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Presiden.
Selain itu, dalam aturan tersebut juga menuangkan bahwa pemerintah pusat berwenang menawarkan WIUPK secara prioritas. Upaya tersebut dilakukan untuk memberikan kesempatan yang sama dan keadilan dalam pengelolaan kekayaan alam.
Pemerintah pusat memberikan WIUPK kepada badan usaha yang dimiliki oleh ormas keagamaan, maka selain pemerintah dapat berupaya dalam mendorong pemberdayaan (empowering) ormas keagamaan, juga memberikan kesempatan kepada Ormas yang memiliki integritas, kapasitas SDM yang memiliki sumber daya manusia yang profesional
“Sehingga pengelolaan tambah dapat dilakukan dengan transparan dan akuntabel semata-mata untuk kepentingan umat dan bangsa, bukan kepentingan sekelompok orang per orang,” pungkasnya.