Haji dan Umroh

Pengawasan Serta Kualitas Pelayanan Jemaah Haji yang Akan Terus Bermasalah

Kehadiran Tim Pengawas dari DPR dan juga dari internal Kemenag sendiri serta pihak lain benar-benar membawa arti dan makna bagi kesempurnaan pelayanan terhadap jamaah haji Indonesia di masa yang akan datang.

Karena dengan adanya kritik dan temuan-temuan tersebut pihak penyelenggara terus merespon dengan melakukan berbagai hal diantaranya sebagai contoh :
Pertama, ketika di Mina ada anggota DPR yang mengkritik banyak jamaah yang tidak mendapatkan tempat sehingga mereka terpaksa tidur di lorong-lorong.

Informasi ini oleh petugas langsung dilakukan pengecekan ke lapangan. Mereka pergi ke tempat-tempat penginapan yang dimaksud. Oleh pihak petugas para jamaah diminta untuk berdiri di kasur mereka masing-masing ternyata yang mengejutkan banyak kasur yang kosong.

Tetapi herannya di kasur tersebut ada tas dan barang. Ketika oleh petugas ditanya ini tas dan barang milik siapa ? ternyata itu adalah milik jamaah yang ada di sebelahnya.

Kelihatannya hal ini juga merupakan salah satu sebab adanya jamaah yang tidak kebagian tempat karena melihat ada tas dan barang serta juga ada rasa enggan bertanya sehingga ketika melihat di kasur yang dia tuju ada barang maka dia mundur sehingga akibatnya mereka lebih memilih duduk dan atau tidur di lorong.

Untuk itu kedepan para petugas semestinya ada yg standby di masing-masing tempat penginapan dengan memegang daftar nama penghuni sampai bisa dipastikan semua jamaah telah mendapatkan tempatnya.

Kedua, kritik tentang kasur yang disediakan kekecilan serta terlalu rapat antara satu dengan lainnya. Hal itu memang tidak bisa dipungkiri tetapi masalah pengadaan kasur tersebut merupakan tanggung jawab dari pihak maktab yang telah terikat kontrak dengan pihak masyariq.

Tapi hal itu juga dapat difahami karena luas lahan yang tersedia di Mina tidak bertambah sementara jumlah jamaah haji dari tahun ketahun terus bertambah maka untuk menampungnya sudah jelas pihak maktab terpaksa memperkecil lebar dan memperpendek panjang dari kasur yang mereka sediakan.

Akibatnya kalau para jamaah tidur memang akan membuat mereka risih karena jarak antara jamaah yang satu dengan yang lain terlalu dekat. Jadi masalah tempat dan kasur serta katering ini sebenarnya merupakan tanggung jawab pihak masyariq karena pihak Kemenag mendapatkan tempat tersebut lewat kontrak yang ditanda tanganinya dengan pihak masyariq bukan dengan pihak Maktab.

Untuk itu kedepan Kemenag harus lebih tegas lagi dalam bertransaksi dengan pihak masyariq agar peristiwa serupa tidak terulang. Tapi rasa-rasanya kasus serupa akan tetap terjadi apalagi jumlah kuota untuk kita terus bertambah.

Untuk itu kedepan masalah tempat ini memang harus ada solusi baik dari perspektif sarana- prasarana maupun dari perspektif keagamaan.

Seperti diketahui mabit di Mina itu masuk kelompok wajib haji. Jika tidak dilakukan maka jamaah harus membayar dam. Pertanyaannya bolehkah jamaah di malam mabit tersebut berangkat jam 22 dari hotel lalu berdiam sejenak sampai lewat tengah malam, kemudian mereka kembali ke hotel ?

Jika bolehpun juga tidak mudah karena jarak antara hotel dengan tempat mabit di mina juga cukup jauh sehingga harus pakai mobil dan akibatnya mina sudah jelas akan macet total.

Ketiga tentang catering. Karena luas dapurnya terbatas dimana menurut pihak Maktab luas dapur mereka hanya bisa untuk mengcover satu maktab sementara mereka harus menyediakan makanan untuk dua maktab.

Pertanyaannya kenapa mereka tidak memasak di luar kawasan Mina saja. Hal itu bisa dilakukan tetapi terbentur oleh masalah transportasi karena pemerintah saudi tidak mengizinkan mobil yang membawa makanan jamaah masuk ke komplek pemukiman jamaah.

Dan kalaupun bisa jelas tidak mudah karena untuk mengatur lalu lintas di Mina dan di luar Mina banyak jalan di tutup untuk lalu lintas mobil sehingga jarak 8 km bisa ditempuh dalam waktu 2 jam sehingga kemungkinan terlambatnya suplay makanan tetap akan terjadi.

Jadi kesimpulannya masalah tempat dan katering di Mina tetap akan sulit di atasi apalagi di tahun-tahun mendatang dimana jumlah kuota jemaah haji kita terus meningkat sementara luas lahan yang tersedia untuk dijadikan dapur dan tempat penginapan jamaah tidak bertambah maka masalah yang sama tetap jelas akan masih terulang.

Oleh karena itu agar para jamaah dapat melaksanakan ibadahnya dengan tenang maka masalah dapur dan tempat penginapan para jamaah harus diperluas dengan cara mendirikan bangunan baru bertingkat di Mina tanpa itu maka masalah akomodasi dan konsumsi di Mina tidak akan pernah terselesaikan.

Dan itu jelas bukan tugas Kemenag tapi adalah tugas dari pemerintah Saudi. Oleh karena itu pemerintah Indonesia mungkin sudah saatnya mendesak pemerintah Saudi untuk membuat bangunan/tempat penginapan bertingkat di mina.

Ini penting dilakukan karena yang mengalami masalah tentang akomodasi dan konsumsi ini tidak hanya jamaah haji Indonesia saja tapi juga jamaah dari negara-negara lain.

Dan yang tidak kalah merepotkan kemenag adalah kehadiran jamaah yang tidak mempergunakan visa haji tapi visa turis, calling visa dan lain-lain yang jumlahnya cukup banyak dimana mereka menyebar dan masuk ke tenda-tenda yang ada.

Untuk itu mungkin bagus juga pihak DPR menghitung berapa jumlah jamaah kita yang mengerjakan ibadah haji tidak mempergunakan visa haji agar perencanaan pihak kemenag tidak rusak oleh kehadiran mereka karena banyak dari mereka di Mina juga menempati dan menikmati fasilitas yang sudah disediakan oleh pihak kemenag.

Anwar Abbas
Pengamat sosial ekonomi dan keagamaan

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button