KhazanahNusantara

Pengelolaan Pertambangan, Muhammadiyah dan Penguatan Ekonomi Umat

Oleh: Mohammad Nur Rianto Al Arif (Guru Besar UIN Syarif lHidayatullah)

Jakarta, Panji Umat – Pemerintah melalui PP nomor 25 tahun 2024 yang merupakan revisi atas PP nomor 96 tahun 2021 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubar. Dalam regulasi ini membolehkan badan usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan untuk mengelola pertambangan.

Regulasi ini menimbulkan pro dan kontra di Masyarakat. Terdapat ormas yang langsung mengambil pemberian izin tambang tersebut, namun ada pula ormas yang menolak pemberian izin pertambangan tersebut. Serta ada ormas yang masih mengkaji secara menyeluruh mengenai hal ini.

Muhammadiyah merupakan organisasi yang masih mengambil posisi belum menerima atau menolak atas pemberian izin tersebut karena masih fokus untuk mengkaji secara menyeluruh mengenai izin pertambangan ini.

Izin pertambangan yang diberikan kepada ormas keagamaan dapat menjadi salah satu cara untuk memastikan bahwa hasil tambang dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat luas. Ormas keagamaan, dengan jaringan dan pengaruhnya, dapat memastikan bahwa keuntungan dari pertambangan tidak hanya dinikmati oleh segelintir pihak, tetapi juga didistribusikan secara adil untuk meningkatkan kesejahteraan umat.

Kebijakan ini pada prinsipnya sejalan dengan Undang-undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (2) dan (3). Pada UUD 1945 Pasal 33 ayat (2) secara jelas tercantum bahwa “cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”, kemudian pada ayat (3) tertulis “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Secara umum terdapat beberapa potensi positif dari pemberian izin pertambangan kepada ormas keagamaan, termasuk Muhammadiyah di dalamnya. Pertama, Muhammadiyah harus memastikan bahwa kegiatan pertambangan dilakukan dengan memperhatikan etika dan keadilan, serta sesuai dengan ajaran agama.

Kedua, hasil keuntungan dari pertambangan akan dapat digunakan untuk membiayai program yang dilaksanakan oleh Muhammadiyah. Jika merujuk pada data, saat ini Muhammadiyah memiliki 172 perguruan tinggi, 122 rumah sakit, 231 klinik, 5345 sekolah/madrasah, 1012 LKSA, dan 440 pesantren.

Selama ini seringkali hambatan dalam pengembangan amal usaha ialah karena kendala pembiayaan. Apabila keuntungan dari pertambangan ini dapat dijadikan sebagai Dana Abadi Persyarikatan, maka tentu akan dapat membantu dalam pengembangan amal usaha Muhammadiyah ke depan.

Potensi positif ketiga ialah transparansi dan akuntabilitas akan lebih tinggi dengan pengawasan dari ormas keagamaan, termasuk Muhammadiyah. Sudah barang tentu ormas keagamaan akan sangat berupaya menjaga amanah yang diemban untuk memberdayakan ekonomi umat, maka mereka akan memastikan seluruh proses harus transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.

Aspek potensi keempat ialah ormas keagamaan dapat mengintegrasikan nilai-nilai keberlanjutan dalam operasional tambang, mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.

Namun, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi dalam implementasi izin pertambangan untuk ormas keagamaan.

Tantangan pertama ialah terkait kapasitas dan keahlian. Pengelolaan pertambangan membutuhkan keahlian teknis dan manajerial yang mungkin belum dimiliki oleh ormas keagamaan.

Tantangan kedua ialah akan munculnya potensi konflik kepentingan jika ormas keagamaan terlibat dalam bisnis pertambangan, yang dapat mempengaruhi integritas dan misi keagamaan mereka.

Tantangan ketiga ialah diperlukan regulasi yang jelas dan mekanisme pengawasan yang ketat untuk memastikan bahwa ormas keagamaan benar-benar mengelola tambang dengan cara yang adil dan berkelanjutan.

Tantangan terakhir ialah aktivitas pertambangan sering kali menimbulkan dampak sosial dan lingkungan yang signifikan, sehingga diperlukan pendekatan yang hati-hati.
Terdapat beberapa strategi yang dapat diadopsi oleh Muhammadiyah untuk mengatasi tantangan tersebut.

Pertama, Muhammadiyah dapat bekerja sama dengan para ahli pertambangan dan lingkungan untuk memastikan pengelolaan tambang yang profesional dan berkelanjutan.

Kedua, Muhammadiyah perlu meningkatkan kapasitas internal SDM yang akan terlibat dalam pengelolaan pertambangan.

Ketiga, Muhammadiyah harus menyusun suatu sistem untuk memastikan transparansi dalam pengelolaan tambang dan melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.

Izin pertambangan untuk ormas keagamaan, termasuk Muhammadiyah merupakan konsep yang menarik dengan potensi besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan.

Namun, keberhasilan implementasinya sangat tergantung pada kemampuan untuk mengatasi berbagai tantangan yang ada. Dengan strategi yang tepat, ormas keagamaan dapat menjadi agen perubahan yang membawa manfaat nyata bagi umat dan lingkungan.

Apabila Muhammadiyah akan mengambil kesempatan ini, maka harus dipastikan bahwa izin pertambangan yang diberikan ialah pada lokasi-lokasi yang memang masih dapat memberikan keuntungan dan bukan lokasi pertambangan yang sudah habis atau sumber tambangnya sudah tinggal sedikit.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button