Magelang, Panji Umat – Ketua Umum (Ketum) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir menanggapi polemik Paskibraka melepas jilbab saat pengukuhan. Begini pernyataan Haedar.
“Ini kan peraturan yang dikeluarkan oleh BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) tahun 2024 berbeda dengan sebelumnya. Kalau yang sebelumnya itu, ada ayat di mana dibolehkan untuk mereka berjilbab dengan memakai dalam, ciput dan warnanya saja yang menyesuaikan,” kata Haedar saat diwawancarai wartawan usai melakukan groundbreaking pembangunan gedung kuliah bersama Kampus II Universitas Muhammadiyah Magelang (Unimma), Jumat (16/8/2024).
Menurutnya, BPIP yang merupakan pusat penggodokan pembinaan Pancasila semestinya menjadi teladan dalam menanamkan nilai-nila setiap sila. Termasuk sila pertama dan dua yakni Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.
“BPIP itu pusat untuk penggodokan pembinaan Pancasila mestinya jadi teladan dalam menanamkan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Terutama yang poin sila satu dan dua. Jadi orang berjilbab itu menjalankan agama dan kita menghormati juga mereka yang beragama lain dan belum berjilbab. Tapi, ketika yang sudah berjilbab dan itu keyakinan agama itu sejalan dengan Pancasila. Sila satu, sila dua, berjalan dengan Pasal 29 (UUD 1945),” ucap Haedar.
“Jadi, BPIP malah jangan justru mempelopori sekulerisasi di Indonesia karena itu bertentangan kata Bung Karno. Silakan dikutip. Ketika menjelaskan sila ketuhanan bukan hanya bangsa Indonesia yang ber-Tuhan, tapi negara itu harus ber-Tuhan. Artinya, Indonesia tidak boleh menjadi negara sekuler dan jangan ada pandangan orang memakai jilbab itu radikal. Kalau masih ada yang punya pandangan seperti itu, jangan-jangan dia yang radikal,” lanjutnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pihaknya menghargai bagi yang tidak memakai jilbab dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, juga memberikan toleransi terhadap perbedaan praktik beragama bagi semua agama.
“Tapi, ketika umat beragama itu menjalankan agamanya itu dijamin UU, dasar dijamin konstitusi dan tidak boleh ada pelarangan itu,” katanya.
“(Soal tuntutan dicopotnya Kepala BPIP) Itu kan sudah mestinya jadi komitmen apa, atasannyalah. Muhammadiyah hanya menyuarakan pesan moral komitmen berbangsa bernegara agar para pemimpin yang diberi amanat jangan sekehendak. Kalau kemudian menimbulkan kegaduhan, bahkan bertentangan dengan Pancasila, yang pimpinan di ataslah kita harapkan untuk melakukan,” kata dia.
Haedar pun menghargai langkah yang telah diambil Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan panitia yang akhirnya memperbolehkan memakai jilbab bagi Paskibraka puteri 2024.
“Kita menghargai langkah Presiden dan panitia untuk membolehkan kembali bagi mereka yang berjilbab, mengenakan jilbab sesuai ketentuan yang berlaku,” pungkasnya.
Seperti diberitakan ramai Paskibraka putri diduga dilarang memakai jilbab saat pengukuhan. Dilihat dari foto pengukuhan yang diunggah di akun Instagram Presiden Jokowi memang tidak terlihat ada yang mengenakan jilbab. Termasuk anggota perempuan yang berasal dari Aceh yang notabene diwajibkan mengenakan jilbab.