Jakarta, Panji Umat – Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti menyebutkan pihaknya berperan aktif dalam memberikan bantuan bagi pengungsi Palestina yang terdampak oleh konflik, terutama pada aspek pendidikan.
Mu’ti menjelaskan, Muhammadiyah telah berfokus dalam memperhatikan aspek pendidikan anak-anak Palestina sebelum konflik terbaru antara Hamas dan Israel meletus pada bulan Oktober 2023 lalu.
“Apa yang dilakukan Muhammadiyah untuk membantu Palestina telah berjalan jauh sebelum kasus terakhir pada Oktober 2023. Muhammadiyah memberikan perhatian sangat serius terhadap isu di Gaza terutama pada edukasi,” kata Mu’ti dalam sebuah diskusi yang digelar di Tebet, Jakarta Selatan pada Selasa.
Lebih lanjut, Mu’ti menyampaikan bahwa Muhammadiyah telah mendirikan dua sekolah di Beirut, Lebanon yang diperuntukkan untuk anak-anak pengungsi Palestina di sana. Adapun dua sekolah tersebut telah berdiri sejak 2020 dan 2022.
Ia menjabarkan Muhammadiyah memberikan perhatian khusus pada pendidikan anak-anak Palestina karena menurutnya hak pendidikan bagi korban perang seringkali terabaikan.
“Jadi, Muhammadiyah berusaha fokus pada satu aspek yang juga penting dalam pemenuhan hak asasi manusia yakni hak atas pendidikan bagi para pengungsi, khususnya pengungsi Palestina di Beirut,” imbuhnya.
Selain membangun sekolah, Mu’ti mengatakan Muhammadiyah juga mengirimkan bantuan kemanusiaan dan tim relawan ke Gaza dan kota-kota lain di Palestina.
Diketahui, beberapa waktu lalu Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional (LHKI) Pimpinan Pusat Muhammadiyah didukung oleh Lembaga Zakat Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah (Lazis) Muhammadiyah meluncurkan program bina damai atau peacebuilding lab untuk 200 pemuda di Palestina.
Program tersebut fokus pada pemberdayaan komunitas-komunitas di Palestina yang digandeng oleh PP Muhammadiyah bekerja sama dengan beberapa organisasi nirlaba lokal di Palestina selaku mitra utama LHKI Muhammadiyah.
Adapun penerima manfaat dari program tersebut mencakup korban perang dan genosida Israel di Gaza, pengungsi di Gaza, kaum muda dan perempuan sebagai aktivis perubahan maupun sebagai korban yang terkena dampak konflik, serta penyandang disabilitas di Tepi Barat bagian utara